Oleh: Iksanhb
Kemampuan dan ancaman nasionalisme TNI dan Polri tak sebanding dengan laju perkembangan politik dalam transisi demokrasi dari orde baru yang menggunakan sistem parlementer ke sistem pemerintahan presidensiil, meskipun sistem politik Indonesia yang ditengarai memiliki sistem pemerintahan presidensiil tidak murni. dimana struktur kelembagaan yang ada tidak sepenuhnya melaksanakan tugas dan fungsi yang umum menjadi tanggung jawab mereka sesuai amanat perundangan dan presiden masih ikut serta dalam proses legislasi. Tidak adanya Fraksi TNI dan Polri di DPR-RI seharusnya TNI dan Polri menunjukkan sikap nasionalisme dan profesionalismenya.
setelah kita mengurangi konsentrasi pertahanan di Timor-timor lalu meleburnya GAM melalui perjanjian Damai Helsinki, TNI dan Polri kita tidak menggunakan momentum itu digunakan untuk konsolidasi dalam rangka memperkuat basis dukungan kekuatan rakyat sebagai ujung tombak pertahanan nasional. Tetapi sebaliknya momentum itu digunakan untuk berhadapan dengan internal kesatuan militer sendiri dan Polri bahkan juga sering berhadapan dengan rakyat.Ada beberapa kasus sengketa TNI dan Polri dengan rakyat seperti kasus penembakan petani Alast Tlogo pasuruan, dan juga kasus sengketa tanah petani Raci dengan angkatan udara dan beberapa kasus lainnya yang masih bersatatus sengketa. Apakah keraguan kita terhadap nasionalisme TNI dan Polri sangat berlebihan? Saya kira kalau kita menjawab nya dari kacamata masyarakat umum tentu sangat diragukan nasionalisme TNI dan Polri. Karena masih tingginya bentrok antara TNI dan Polri, dan juga masih seringnya benturan dengan rakyat sipil.
Pikiran rakyat dan pola kehidupan TNI dan Polri yang kurang harmonis, harus dilihat kepentingan yang mendasari kedua lembaga itu dengan kepentingan nasional. Sebagaimana dalam tulisan opini dalam situs TNI “Memang tidak dipungkiri bahwa secara institusional, nasionalisme TNI dan Polri tidak diragukan lagi dalam memegang teguh komitmen terhadap tetap tegaknya dan keutuhan kedaulatan NKRI, khususnya dalam menghadapi ancaman bahaya yang dapat menimbulkan instabilitas nasional. TNI dan Polri sudah tentu akan menjadi ujung tombak dalam menghadapi ancaman tersebut. Akan tetapi aparat pun sadar bahwa tanpa bantuan masyarakat dan komponen bangsa lainnya mustahil TNI dan Polri dapat mempertahankan keutuhan NKRI.”(13 Sep 2006 web TNI Opini oleh DRS.Hari Sudewo MEM Nasionalisme kaumprofesionalis memprihatinkan).
Apa yang kita harapkan akan memperoleh investasi kita perlu agar TNI dan Polri lebih professional dan berkemampuan yang baik dan ikut serta dalam perdamain dunia menuju masadepan Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi global. Kita harus membangun kembali kepercaya rakyat dengan melayani dan menjamin bahwa TNI dan Polri merupakan sebuah alat pertahanan nasional untuk melindungi rakyat dari segala bentuk ancaman baik lang sung maupun tidak langsung, baik dari dalam maupun dari luar. Untuk mempunyai TNI dan Polri yang professional, seharusnya paradigm penerimaan anggota TNI dan Polri harus dirubah secara total dari cara penerimaaan yang kadang-kadang harus mengeluarkan biaya besar dirubah dengan cara kesadaran nasionalisme, dan juga lebih ditekankan atas kemampun keterampilan atau pengetahuan yang cukup, sehingga mudah untuk dilatih secara professional. Jangan sampai masuk anggota TNI dan Polri hanya untuk membebani rakyat dengan bergaya seperti tukang pukul.
Perluasan dan penempatan pos TNI dan Polri : Bentrok yang sering terjadi diantara kesatuan maupun dengan rakyat sangat tidak produktif, dan akan memperlemah posisi militer di hadapan public maupun internasional. Ukuran anggota TNI dan Polri kita sangat tidak seimbang dengan jumlah penduduk dan luasnya kepulauan Indonesia.
Kemampuan baru: Kita sebenarnya sangat memerlukan kemampuan yang memadai dengan memberikan keterampilan baru dan kecanggihan dalam pertempuran seperti perlu menambah perlengkapan baru, latihan, dan keterampilan bahasa internasional.
Pemerintah seharusnya memperkuat karakter nasionalism, kempuan analisa sosila dan hubungan militer dengan rakyat sipil berjalan dengan baik agar agen penduduk sipil kita mempunyai ketrampilan dan perlengkapan kritis mereka yang diperlukan untuk mengintegrasikan usaha mereka dengan militer dan kepolisian kita, untuk memperkuat proses demokratisasi dan supermasi sipil, sehingga kekuatan pertahanan kita dan demokrastisasi kita bisa berjalan dengan baik.
TNI dan Polri harus mempunyai kemampuan membentuk satuan cadangan: kita seharusnya memulihkan kesiapan TNI dan Polri kita dengan memberikan lebih kemampuan cadangan. Membekali TNI dan Polri dengan perlengkapan mereka yang diperlukan untuk mengimbangi kekuatan militer modern dan memberikan kemampuan menghadapi kekuatan asing dalam situasi darurat dan memperkuat infrastruktur dalam negeri.
Kemampuan dan ancaman nasionalisme TNI dan Polri tak sebanding dengan laju perkembangan politik dalam transisi demokrasi dari orde baru yang menggunakan sistem parlementer ke sistem pemerintahan presidensiil, meskipun sistem politik Indonesia yang ditengarai memiliki sistem pemerintahan presidensiil tidak murni. dimana struktur kelembagaan yang ada tidak sepenuhnya melaksanakan tugas dan fungsi yang umum menjadi tanggung jawab mereka sesuai amanat perundangan dan presiden masih ikut serta dalam proses legislasi. Tidak adanya Fraksi TNI dan Polri di DPR-RI seharusnya TNI dan Polri menunjukkan sikap nasionalisme dan profesionalismenya.
setelah kita mengurangi konsentrasi pertahanan di Timor-timor lalu meleburnya GAM melalui perjanjian Damai Helsinki, TNI dan Polri kita tidak menggunakan momentum itu digunakan untuk konsolidasi dalam rangka memperkuat basis dukungan kekuatan rakyat sebagai ujung tombak pertahanan nasional. Tetapi sebaliknya momentum itu digunakan untuk berhadapan dengan internal kesatuan militer sendiri dan Polri bahkan juga sering berhadapan dengan rakyat.Ada beberapa kasus sengketa TNI dan Polri dengan rakyat seperti kasus penembakan petani Alast Tlogo pasuruan, dan juga kasus sengketa tanah petani Raci dengan angkatan udara dan beberapa kasus lainnya yang masih bersatatus sengketa. Apakah keraguan kita terhadap nasionalisme TNI dan Polri sangat berlebihan? Saya kira kalau kita menjawab nya dari kacamata masyarakat umum tentu sangat diragukan nasionalisme TNI dan Polri. Karena masih tingginya bentrok antara TNI dan Polri, dan juga masih seringnya benturan dengan rakyat sipil.
Pikiran rakyat dan pola kehidupan TNI dan Polri yang kurang harmonis, harus dilihat kepentingan yang mendasari kedua lembaga itu dengan kepentingan nasional. Sebagaimana dalam tulisan opini dalam situs TNI “Memang tidak dipungkiri bahwa secara institusional, nasionalisme TNI dan Polri tidak diragukan lagi dalam memegang teguh komitmen terhadap tetap tegaknya dan keutuhan kedaulatan NKRI, khususnya dalam menghadapi ancaman bahaya yang dapat menimbulkan instabilitas nasional. TNI dan Polri sudah tentu akan menjadi ujung tombak dalam menghadapi ancaman tersebut. Akan tetapi aparat pun sadar bahwa tanpa bantuan masyarakat dan komponen bangsa lainnya mustahil TNI dan Polri dapat mempertahankan keutuhan NKRI.”(13 Sep 2006 web TNI Opini oleh DRS.Hari Sudewo MEM Nasionalisme kaumprofesionalis memprihatinkan).
Apa yang kita harapkan akan memperoleh investasi kita perlu agar TNI dan Polri lebih professional dan berkemampuan yang baik dan ikut serta dalam perdamain dunia menuju masadepan Indonesia dalam percaturan politik dan ekonomi global. Kita harus membangun kembali kepercaya rakyat dengan melayani dan menjamin bahwa TNI dan Polri merupakan sebuah alat pertahanan nasional untuk melindungi rakyat dari segala bentuk ancaman baik lang sung maupun tidak langsung, baik dari dalam maupun dari luar. Untuk mempunyai TNI dan Polri yang professional, seharusnya paradigm penerimaan anggota TNI dan Polri harus dirubah secara total dari cara penerimaaan yang kadang-kadang harus mengeluarkan biaya besar dirubah dengan cara kesadaran nasionalisme, dan juga lebih ditekankan atas kemampun keterampilan atau pengetahuan yang cukup, sehingga mudah untuk dilatih secara professional. Jangan sampai masuk anggota TNI dan Polri hanya untuk membebani rakyat dengan bergaya seperti tukang pukul.
Perluasan dan penempatan pos TNI dan Polri : Bentrok yang sering terjadi diantara kesatuan maupun dengan rakyat sangat tidak produktif, dan akan memperlemah posisi militer di hadapan public maupun internasional. Ukuran anggota TNI dan Polri kita sangat tidak seimbang dengan jumlah penduduk dan luasnya kepulauan Indonesia.
Kemampuan baru: Kita sebenarnya sangat memerlukan kemampuan yang memadai dengan memberikan keterampilan baru dan kecanggihan dalam pertempuran seperti perlu menambah perlengkapan baru, latihan, dan keterampilan bahasa internasional.
Pemerintah seharusnya memperkuat karakter nasionalism, kempuan analisa sosila dan hubungan militer dengan rakyat sipil berjalan dengan baik agar agen penduduk sipil kita mempunyai ketrampilan dan perlengkapan kritis mereka yang diperlukan untuk mengintegrasikan usaha mereka dengan militer dan kepolisian kita, untuk memperkuat proses demokratisasi dan supermasi sipil, sehingga kekuatan pertahanan kita dan demokrastisasi kita bisa berjalan dengan baik.
TNI dan Polri harus mempunyai kemampuan membentuk satuan cadangan: kita seharusnya memulihkan kesiapan TNI dan Polri kita dengan memberikan lebih kemampuan cadangan. Membekali TNI dan Polri dengan perlengkapan mereka yang diperlukan untuk mengimbangi kekuatan militer modern dan memberikan kemampuan menghadapi kekuatan asing dalam situasi darurat dan memperkuat infrastruktur dalam negeri.
Comments
Pasaca 98 tuntutan agar tni-polri lebih profesional serta meninggalkan dunia bisnis dan politik semakin deras.
Selama puluhan tahun, terutama di era orba, tni-polri menikmati peran bisnis dan politik. Namun relakah mereka saat kini harus melepas kekuasaan dan sumber rejekinya?