Dugaan penyelewengan ditribusi pupuk bersubsidi modusnya tak hanya dilakukan dengan cara mengirim pupuk ke luar daerah. Ada juga dugaan pupuk bersubsidi dijual ke sejumlah perusahaan industri yang menjadikan pupuk sebagai bahan baku. KARNOTO-Serang Perusahaan, seperti sudah menjadi rahasia umum. Di kalangan pengecer maupun petani kabar itu berhembus kencang. Pemicunya, tak lain karena keuntungannya lebih besar. Jika pupuk dijual ke petani harganya harus sesuai HET, yaitu Rp 1.200 per kilogram. Kalau dijual ke perusahaan industri harganya bisa melebihi HET. “Selama penyelewengan ini belum terungkap maka selama itu pula petani akan mengalami kesulitan mencari pupuk,” kata salah seorang petani yang enggan disebutkan namanya, kepada Radar Banten, Sabtu (25/2). Menurutnya, penjualan yang tidak sesuai dengan prosedur ini jelas merugikan para petani. Pasalnya, kata dia, pupuk yang dikirim ke sejumlah perusahaan diambil dari jatah para petani. Akibatnya, petani mengalami kesulitan mendapatkan pupuk. Biasanya ini terjadi ketika musim tanam tiba. Menurut sejumlah narasumber, sekira tahun 2003-2005 diduga ratusan ton pupuk urea bersubsidi yang seharusnya dikirim ke petani, didistribusikan ke sejumlah perusahaan industri. Jika pengawasan masih lemah, maka dugaan penyelewengan itu akan sulit terungkap. Untuk mengetahui kebenaran tentang penjualan pupuk bersubsidi ke perusahaan, Radar Banten selama dua hari nyanggong di sekitar dua perusahaan yang salah satu bahan bakunya menggunakan pupuk urea. Namun usaha itu tidak membuahkan hasil. Selama dua hari itu tidak ditemukan adanya pengiriman pupuk. Sangat sulit memang untuk membuktikan dugaan penyimpangan peruntukkan pupuk bersubsidi itu. Terkait dugaan itu, Iwan Kuswandi, Supervisor Penjualan dan Pengadaan PT Pusri Wilayah Banten mengatakan, sampai saat ini pihaknya belum menerima laporan dugaan tersebut. “Itu kan baru dugaan, belum tentu kebenarannya,” kata Iwan, ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (25/2). Menurut Iwan, jika dugaan itu terbukti maka tim pengawas yang terdiri dari Asda II Pemprov Banten, Distanak Provinsi Banten, Disperindagkop Banten, dan aparat kepolisian Banten, akan segera menindak tegas. “Ketegasan sudah kami buktikan di tahun 2007 lalu, dimana distributor yang nakal langsung kami hentikan,” ungkap Iwan. Iwan menambahkan, alur distribusi pupuk bersubsidi yang benar adalah dari produsen dikirim ke PT Pusri, dari Pusri dikirim ke sejumlah distributor resmi, lalu didistributiskan ke sejumlah kios atau pengecer sesuai dengan jatahnya masing-masing. Dari kios langsung ke para petani. “Aturan itu sudah kami lakukan seluruhnya,” katanya. Sementara itu, Arif Madali, humas salah satu perusahaan di kawasan Serang Timur mengungkapkan bahwa perusahaannya tidak pernah membeli pupuk urea bersubsidi. “Kalau untuk perusahaan kami tidak pernah membeli pupuk bersubsidi sampai sekarang,” aku Arif ketika dihubungi Radar Banten, Senin (25/2). Dalam catatan Dinas Pertanian Kabupaten Serang, pada tahun 2008 dibutuhkan 12.066 ton urea untuk pertanian (pangan), 1.117 ton untuk perkebunan, 4.096 ton hortikultura, 55 ton untuk peternakan, dan 635 ton untuk perikanan. Sehingga total kebutuhan pupuk wilayah Serang tahun 2008 mencapai 22.000 ton lebih. Sementara jatah pupuk urea untuk wilayah Serang sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 79/Permen/OT.140/12/2007, hanya 18.562 ton, sehingga masih kekurangan 2.000 ton. Diprediksikan jatah tersebut hanya mampu bertahan sampai Juni mendatang, untuk bulan selanjutnya masih belum jelas. (*)
Tulisan ini diambil dari Radar Banten (Selasa, 26-Februari-2008, 07:27:47)
Tulisan ini diambil dari Radar Banten (Selasa, 26-Februari-2008, 07:27:47)
Comments