Oleh : IksanHb
korupsi mempermudah dan memberi energi paling besar terhadap roda eksploitasi dan ketidakadilan dalam peradaban dunia, seperti proses kerja pemerintahan dan politik. Tragedi hak asasi manusia dalam sejarah ini – genocide dan melembagakan racism- dipersatukan dalam kekerasan system politik akan melukai kepercayaan publik.Persoalan korupsi bukan hanya terjadi di Indonesia, akan tetapi ada di seluruh roda pemerintahan dunia. Pecahnya pemerintahan acapkali karena timbul persoalan penyakit korupsi, sebagaimana kita melihat ketidak setabilannya ekonomi dunia saat ini. Peristiwa penting di Bali yang menempatkan isue sentral melawan korupsi yang di seponsori PBB, yang di hadiri hampir 140 kepala negara anggota PBB, mengikuti konferensi pada tanggal 28 Januari sampai 1 Pebruari 2008.
Tentang masa depan konvensi PBB melawan Korupsi the UN Convention against Corruption (UNCAC), peta-jalan global untuk membasmi korupsi- Transparency International (TI) mengadvocasi untuk menjamin bahwa pemerintah menyimpan janji dan melaksanakan konvensi.
Sayang peristiwa penting tersebut tidak menjadi issue penting dan berita utama media Indonesia, padahal Indonesia sebagai tuan rumah konfrensi dan sedang mengalami problem besar melawan korupsi. Dan media lebih banyak memberitakan tentang wafatnya mantan presiden Soeharto.Realitas kehidupan yang berhubungan dengan politik dan kekuasaan tidak akan menutupi fakta, bahwa kemiskinan dan marginal paling terkena oleh praktek korupsi. Fakta kemiskinan dan marginalisasi adalah tindakan yang berlawanan terhadap hak asasi manusia dalam mewujutkan cita-cita kesejahteraan dan kemerdekaan. Krisis ekonomi Indonesia saat ini karena masih besarnya praktek korupsi, baik sejak pemerintahan Soeharto maupun pemerintahan saat ini, meskipun upaya keras yang dilakukan oleh pemerintahan SBY-JK terhadap memrangi praktek korusi namun masih banyak yang tidak tersentuh oleh hukum, seperti dugaan korupsi yang dilakukan oleh Soeharto dan kroninya. Beberapa LSM melakukan kampanye melawan korupsi dan sejumlah anggota parlemen yang tergabung dalam ‘Kabinet Bayanngan’ yang mempunya inisiatif untuk melakukan perlawanan terhadap praktek korupsi dan menemui Mantan presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah sangat bagus. Menarik kita lihat sebagai mana di tulis oleh NU Online ( Rabu, 30 Januari 2008 ) “Mantan presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) meminta pemerintah segera menangkap sebanyak 3.750 orang karena terlibat korupsi. Jumlah orang yang terlibat korupsi itu, menurutnya, tidak hanya dari kalangan pengusaha, tapi juga politisi”. Dan “Contohnya, dari data BPK, disebutkan ada sekitar Rp 140 triliun yang teraudit merugikan negara. Sementara, potensi kerugian negara dalam kasus BLBI diduga sebesar Rp 605 triliun. Banyak obligor yang menerima SKL tapi masih bermasalah”. Menghentikan praktek korupsi secara keras maupun secara halus adalah salah satu syarat paling mendasar, artinya bahwa suap, manipulasi anggaran dan lain-lain adalah biang keladi dari rusaknya pemerintahan yang bersih dan berwibawa . Situasi paling memprihatinkan saat ini, dimana lembaga hukum tidak menjadi kekuatan untuk menghentikan praktek korupsi, apa yang menghambat lemahnya lembaga hukum di Indonesia, karena pelaku penegak hukum kita masih kurang mempunyai keberanian, kemampuan, kejujuran dan kemauan untuk menegakkan keadilan. Seluruh rakyat Indonesia menuntut atas penderitaan dan ketidak adilan terhadap penyelenggara negara. Lebih dari itu legislatif, yudikatif dan eksekutif adalah lembaga yang paling bertanggung jawab terahadap kehidupan bangsa saat ini dan yang akan datang. Tantangan di depan mata kita adalah penderitaan, kompetisi dengan negara lain dan konflik global harus di hadapi secara serius. Kapan kita harus melakukan itu? jawabannya adalah hari ini. Jika kita terlambat mengambil kesempatan hari ini untuk bertindak melawan praktek korupsi, maka konflik dan kemiskinan masal tidak bisa terhindarkan. Hak kami sebagai rakyat Indonesia meminta pemerintah bertanggungjawab dan melawan atas segala bentuk kekerasan, baik kekerasan struktural maupun kultural yang menggunakan alat negara dengan melakukan praktek korupsi.
Sayang peristiwa penting tersebut tidak menjadi issue penting dan berita utama media Indonesia, padahal Indonesia sebagai tuan rumah konfrensi dan sedang mengalami problem besar melawan korupsi. Dan media lebih banyak memberitakan tentang wafatnya mantan presiden Soeharto.Realitas kehidupan yang berhubungan dengan politik dan kekuasaan tidak akan menutupi fakta, bahwa kemiskinan dan marginal paling terkena oleh praktek korupsi. Fakta kemiskinan dan marginalisasi adalah tindakan yang berlawanan terhadap hak asasi manusia dalam mewujutkan cita-cita kesejahteraan dan kemerdekaan. Krisis ekonomi Indonesia saat ini karena masih besarnya praktek korupsi, baik sejak pemerintahan Soeharto maupun pemerintahan saat ini, meskipun upaya keras yang dilakukan oleh pemerintahan SBY-JK terhadap memrangi praktek korusi namun masih banyak yang tidak tersentuh oleh hukum, seperti dugaan korupsi yang dilakukan oleh Soeharto dan kroninya. Beberapa LSM melakukan kampanye melawan korupsi dan sejumlah anggota parlemen yang tergabung dalam ‘Kabinet Bayanngan’ yang mempunya inisiatif untuk melakukan perlawanan terhadap praktek korupsi dan menemui Mantan presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah sangat bagus. Menarik kita lihat sebagai mana di tulis oleh NU Online ( Rabu, 30 Januari 2008 ) “Mantan presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) meminta pemerintah segera menangkap sebanyak 3.750 orang karena terlibat korupsi. Jumlah orang yang terlibat korupsi itu, menurutnya, tidak hanya dari kalangan pengusaha, tapi juga politisi”. Dan “Contohnya, dari data BPK, disebutkan ada sekitar Rp 140 triliun yang teraudit merugikan negara. Sementara, potensi kerugian negara dalam kasus BLBI diduga sebesar Rp 605 triliun. Banyak obligor yang menerima SKL tapi masih bermasalah”. Menghentikan praktek korupsi secara keras maupun secara halus adalah salah satu syarat paling mendasar, artinya bahwa suap, manipulasi anggaran dan lain-lain adalah biang keladi dari rusaknya pemerintahan yang bersih dan berwibawa . Situasi paling memprihatinkan saat ini, dimana lembaga hukum tidak menjadi kekuatan untuk menghentikan praktek korupsi, apa yang menghambat lemahnya lembaga hukum di Indonesia, karena pelaku penegak hukum kita masih kurang mempunyai keberanian, kemampuan, kejujuran dan kemauan untuk menegakkan keadilan. Seluruh rakyat Indonesia menuntut atas penderitaan dan ketidak adilan terhadap penyelenggara negara. Lebih dari itu legislatif, yudikatif dan eksekutif adalah lembaga yang paling bertanggung jawab terahadap kehidupan bangsa saat ini dan yang akan datang. Tantangan di depan mata kita adalah penderitaan, kompetisi dengan negara lain dan konflik global harus di hadapi secara serius. Kapan kita harus melakukan itu? jawabannya adalah hari ini. Jika kita terlambat mengambil kesempatan hari ini untuk bertindak melawan praktek korupsi, maka konflik dan kemiskinan masal tidak bisa terhindarkan. Hak kami sebagai rakyat Indonesia meminta pemerintah bertanggungjawab dan melawan atas segala bentuk kekerasan, baik kekerasan struktural maupun kultural yang menggunakan alat negara dengan melakukan praktek korupsi.
Comments