Pendekatan empiric versus pendekatan struktur kekuasaan
Oleh IksanHB
Klaim yang biasa dilakukan oleh pemerintah dalam menyampaikan laporannya tentang data kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, jarang sekali menggunakan pendekatan atau metode analisa sosial yang mana sangat berpengaruh dalam menentukan keputusan politik. Saya akan mencoba memberi perbandingan yang mungkin bisa lebih imbang untuk mengenali faktor kausatif kemiskinan (potret kemiskinan ditengah klaim atas peristiwa pembagian zakat yang membawa korban nyawa): entah kemiskinan terutama disebabkan oleh kesalahan yang miskin sendiri, atau apakah hasil dari ketidak-sesuaian sosial, eksploitasi dan penindasan.
Pendekatan pertama dianggap pendekatan perseorangan yang mengikat pada ranah kehidupan individu. Jika yang dipakai, adalah cita-cita akan mendidik, menolong atau secara tidak langsung membuka secara paksa yang miskin untuk menjadi lebih sukar dan untuk bertingkah lebih bertanggung jawab karena dianggap simiskin susah diatur, standart apa yang digunakan ketidak patuhan individu atas status sosial ? Jika yang kedua, pendekatan struktural atau kelembagaan, wilayah mana pemerintah harus bertanggung jawab untuk dipakai, perubahan sosial yang utama bukan pemerintah berkoar-koar menghapus kemiskinan dan penyederhanaan kelas miskin naik menjadi kelas menengah. Lembaga zakat yang ditekankan oleh depag untuk lebih proaktif dalam sosialisasi tentang pengelolaan Amil Zakat dan kemudian para amil dan lembaga agama diperlukan untuk menyediakan kesempatan untuk yang miskin untuk menyesuaikan diri dengan dignity (martabat).
Pendekatan perseorangan dalam analisis, yang lalu dijadikan reaksi atas insiden Pasuruan, dimana pemerintah mengatakan “kemiskinan dan insiden pembagian zakat di Pasuruan” adalah hal yang berbeda adalah sangat emosional. Sebaliknya, pendekatan struktural sering dicurigai dan disangkal mentah-mentah, bahwa dalam tulisan saya tentang kemiskinan structural, itu atas dasar realitas yang didasari oleh pendekatan analisasosial, sebagai sebab akibat(yang terkait langsung dengan struktur kekuasaan).
Kekuasaan dan yang kaya suatu kenyataan status sosial yang tidak ingin berubah, dikritik oleh masyarakat di anggap sebagai ancaman mereka. Orang-orang taat beragama sendiri sering kali tidak menunjukkan pamrih, bahkan mereka lebih sebagai Marxian daripada kapitalisme semu. Contoh pernyataan Yusuf Kalla yang memberikan pengalaman pembagian zakat yang jumlahnya ribuan, itu tidak cukup bahwa insiden Pasuruan lepas dari tanggung jawab pemerintah.
Dalam tulisan ini, masalah kemiskinan struktural akan saya bicarakan lebih dalam. Dari sudut pandang sosial saya akan menjelaskan pengertian dan syarat-syarat yang harus dilibatkan di dalam masalah kemiskinan structural dan kejadian pembagian zakat di Pasuruan, teristimewa hubungan kehidupan manusia sebagai individu dan kehidupan sosial. Lalu, beberapa gagasan yang saya kampanyekan tentang keadilan sosial akan timbul pemutar balikan oleh opini yang ditimbulkan oleh lemahnya peran pemerintah yang tidak dilakukan dengan benar.
Pemikiran teologis mulai dari mengajar sosial keagamaan sudah menjadi rutinitas, bukan menjadi kajian empiric dalam mengembangkan sumber daya manusia akan tetapi hanya rangkain pendekatan struktural ke dalam wajib lapor anggaran proyek. Kajian keagamaan yang hanya melalui pendekatan simbolik akan membahayan esensi ajaran agama, bukan saya mengurangi peran pemerintah dalam keikut sertaan dalam pembinaan keagamaan, akan tetapi wilayah negara dan agama yang sering menjadi tidak jelas, akan menjadikan lemahnya menejemen pemerintah dan lembaga keagamaan menjadi lebih independen.
Oleh IksanHB
Klaim yang biasa dilakukan oleh pemerintah dalam menyampaikan laporannya tentang data kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, jarang sekali menggunakan pendekatan atau metode analisa sosial yang mana sangat berpengaruh dalam menentukan keputusan politik. Saya akan mencoba memberi perbandingan yang mungkin bisa lebih imbang untuk mengenali faktor kausatif kemiskinan (potret kemiskinan ditengah klaim atas peristiwa pembagian zakat yang membawa korban nyawa): entah kemiskinan terutama disebabkan oleh kesalahan yang miskin sendiri, atau apakah hasil dari ketidak-sesuaian sosial, eksploitasi dan penindasan.
Pendekatan pertama dianggap pendekatan perseorangan yang mengikat pada ranah kehidupan individu. Jika yang dipakai, adalah cita-cita akan mendidik, menolong atau secara tidak langsung membuka secara paksa yang miskin untuk menjadi lebih sukar dan untuk bertingkah lebih bertanggung jawab karena dianggap simiskin susah diatur, standart apa yang digunakan ketidak patuhan individu atas status sosial ? Jika yang kedua, pendekatan struktural atau kelembagaan, wilayah mana pemerintah harus bertanggung jawab untuk dipakai, perubahan sosial yang utama bukan pemerintah berkoar-koar menghapus kemiskinan dan penyederhanaan kelas miskin naik menjadi kelas menengah. Lembaga zakat yang ditekankan oleh depag untuk lebih proaktif dalam sosialisasi tentang pengelolaan Amil Zakat dan kemudian para amil dan lembaga agama diperlukan untuk menyediakan kesempatan untuk yang miskin untuk menyesuaikan diri dengan dignity (martabat).
Pendekatan perseorangan dalam analisis, yang lalu dijadikan reaksi atas insiden Pasuruan, dimana pemerintah mengatakan “kemiskinan dan insiden pembagian zakat di Pasuruan” adalah hal yang berbeda adalah sangat emosional. Sebaliknya, pendekatan struktural sering dicurigai dan disangkal mentah-mentah, bahwa dalam tulisan saya tentang kemiskinan structural, itu atas dasar realitas yang didasari oleh pendekatan analisasosial, sebagai sebab akibat(yang terkait langsung dengan struktur kekuasaan).
Kekuasaan dan yang kaya suatu kenyataan status sosial yang tidak ingin berubah, dikritik oleh masyarakat di anggap sebagai ancaman mereka. Orang-orang taat beragama sendiri sering kali tidak menunjukkan pamrih, bahkan mereka lebih sebagai Marxian daripada kapitalisme semu. Contoh pernyataan Yusuf Kalla yang memberikan pengalaman pembagian zakat yang jumlahnya ribuan, itu tidak cukup bahwa insiden Pasuruan lepas dari tanggung jawab pemerintah.
Dalam tulisan ini, masalah kemiskinan struktural akan saya bicarakan lebih dalam. Dari sudut pandang sosial saya akan menjelaskan pengertian dan syarat-syarat yang harus dilibatkan di dalam masalah kemiskinan structural dan kejadian pembagian zakat di Pasuruan, teristimewa hubungan kehidupan manusia sebagai individu dan kehidupan sosial. Lalu, beberapa gagasan yang saya kampanyekan tentang keadilan sosial akan timbul pemutar balikan oleh opini yang ditimbulkan oleh lemahnya peran pemerintah yang tidak dilakukan dengan benar.
Pemikiran teologis mulai dari mengajar sosial keagamaan sudah menjadi rutinitas, bukan menjadi kajian empiric dalam mengembangkan sumber daya manusia akan tetapi hanya rangkain pendekatan struktural ke dalam wajib lapor anggaran proyek. Kajian keagamaan yang hanya melalui pendekatan simbolik akan membahayan esensi ajaran agama, bukan saya mengurangi peran pemerintah dalam keikut sertaan dalam pembinaan keagamaan, akan tetapi wilayah negara dan agama yang sering menjadi tidak jelas, akan menjadikan lemahnya menejemen pemerintah dan lembaga keagamaan menjadi lebih independen.
Comments