Oleh:IksanHb
Keresahan masyarakat maupun pengusaha terhadap kebijakan PLN dalam melakukan pemadaman bergilir, sangat mempengaruhi lajunya aktifitas ekonomi dan pendidikan. Ketenaga listrikan Indonesia nampaknya sudah sangat membahayakan dan sangat menghawatirkan. Manajemen ketenaga listrikan harus di efaluasi secara menyeluruh dan harus dipertanggung jawabkan melalui final report lembaga independen.
Kelemahan ketenaga listrikan kita karena manajemen konfensional dan system administrasi tradisional akan memberi peluang atau memberi inspirasi terhadap pelaku koruptor maupun manipulasi, baik yang dilakukan oleh pelanggan, khususnya pelanggan yang menggunakan listrik sebagai power dalam menjalankan usaha produksinya.
Tuntutan masyarakat supaya PLN di audit, merupakan hak pelanggan maupun masyarakat pada umumnya. Kecurigaan adanya kurang transparan dalam pengelolaan ketenaga listrikan yang ditujukan kepada PLN harus ditanggapi sebagai hal yang sangat penting bukan sebagai lawan manajemen ketenaga listrikan. Persoalan pemerintah mempunyai dalih batas-batas pengawasan dan pembinaan, bukan berarti itu sebagai penghalang adanya upaya masyarakat meminta untuk transparan dalam pengelolaan ketenaga listrikan atau PLN untuk lebih bersih dan bertanggung jawab.
Ketidak tertarikan pemerintah untuk melakukan audit dan bahkan menolak melakukan karena persoalan batas kewenangan audit teknis pembangkit-pembangkit yang dioperasikan oleh PT PLN (Persero), semakin menambah kecurigaan rakyat. Kenapa Pemerintah menolak melakukan audit teknis pembangkit-pembangkit yang dioperasikan oleh PT PLN (Persero)?
Sebagaimana berita yang ditulis oleh TEMPO Interaktif Jum'at, 22 Agustus 2008 “Pemerintah Tolak Audit Pembangkit PLN” TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah menolak melakukan audit teknis pembangkit-pembangkit yang dioperasikan oleh PT PLN (Persero). Pengawasan yang dilakukan pemerintah hanya berdasarkan laporan dari manajemen perusahaan listrik milik pemerintah.
"Dari pemerintah tidak perlu (melakukan audit pembangkit), karena audit kemampuan tiap pembangkit sifatnya lebih ke operasional dan ini (audit) telah dilakukan PLN," ujar Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfataan Energi Jack Purwono kepada Tempo, Kamis (21/8).
Berdasarkan Pasal 18 Bab VIII Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan disebutkan, pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadap pekerjaan dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan. Sedangkan menurut Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1979, untuk keselamatan dan kepentingan umum, menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) dalam melakukan tindakan-tindakan pengamanan terhadap pengusahaan ketenagalistrikan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Purwono mengatakan, mekanisme pengawasan kondisi pembangkit PLN bisa dilakukan berdasarkan hasil laporan PLN yang diserahkan ke pemerintah. "Dari kilowatt jualnya yang dilaporkan setiap bulan kepada saya,” katanya. Dia menambahkan, laporan tersebut memuat kemampuan pembangkit, efisiensi bahan bakar, kilowatt pemakaian sendiri pada pembangkit dan tingkat losses jaringan.
Sebelumnya, ahli kelistrikan dari Pusat Studi Teknologi dan Informasi Kelistrikan Universitas Indonesia Soetjipto Soewono meminta, manajemen PLN transparan dan membuka ke publik tentang krisis listrik yang terjadi selama ini. Menurut dia, berdasarkan neraca daya 2008, daya terpasang pada sistem kelistrikan Jawa-Bali sekitar 20.300 megawatt. Sedangkan beban puncak penggunaan listrik sebesar sekitar 16.500 megawatt. Selisih dari daya terpasang dan beban puncak masih ada cadangan sekitar 3.800 megawatt atau sebesar 23 persen.
Soetijpto mensinyalir banyak pembangkit listrik yang rusak parah dan tidak beroperasi. Untuk mengatasinya, kata dia, pemerintah harus melakukan audit menyeluruh pembangkit-pembangkit yang dioperasikan PLN. "Jangan diam melihat krisis listrik yang terjadi," katanya.
Di tempat terpisah, kalangan pengusaha pusat belanja akan menghentikan kegiatannya selama setengah hari jika PLN masih memaksa untuk menggunakan genset. "Sesekali kami haus memberi meraka (PLN) kejutan," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia Stefanus Ridwan kepada Tempo.
Menurut Stefanus, seharusnya manajemen PLN berlaku bijak dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Dia mengkritik ucapan Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar yang mengatakan, bila pelaku bisnis menolak penggunaan genset, maka mereka perioritas pertama PLN untuk dipadamkan (Koran Tempo, 18/8). "Itu salah, sama saja PLN menganggap kami sasaran utama untuk dipadamkan," ujarnya. Hari beberapa asosiasi akan membicarakan langkah hukum terkait rencana PLN tersebut. ALI NY | AGUNG SEDAYU | CORNILA DESYANA
Keresahan masyarakat maupun pengusaha terhadap kebijakan PLN dalam melakukan pemadaman bergilir, sangat mempengaruhi lajunya aktifitas ekonomi dan pendidikan. Ketenaga listrikan Indonesia nampaknya sudah sangat membahayakan dan sangat menghawatirkan. Manajemen ketenaga listrikan harus di efaluasi secara menyeluruh dan harus dipertanggung jawabkan melalui final report lembaga independen.
Kelemahan ketenaga listrikan kita karena manajemen konfensional dan system administrasi tradisional akan memberi peluang atau memberi inspirasi terhadap pelaku koruptor maupun manipulasi, baik yang dilakukan oleh pelanggan, khususnya pelanggan yang menggunakan listrik sebagai power dalam menjalankan usaha produksinya.
Tuntutan masyarakat supaya PLN di audit, merupakan hak pelanggan maupun masyarakat pada umumnya. Kecurigaan adanya kurang transparan dalam pengelolaan ketenaga listrikan yang ditujukan kepada PLN harus ditanggapi sebagai hal yang sangat penting bukan sebagai lawan manajemen ketenaga listrikan. Persoalan pemerintah mempunyai dalih batas-batas pengawasan dan pembinaan, bukan berarti itu sebagai penghalang adanya upaya masyarakat meminta untuk transparan dalam pengelolaan ketenaga listrikan atau PLN untuk lebih bersih dan bertanggung jawab.
Ketidak tertarikan pemerintah untuk melakukan audit dan bahkan menolak melakukan karena persoalan batas kewenangan audit teknis pembangkit-pembangkit yang dioperasikan oleh PT PLN (Persero), semakin menambah kecurigaan rakyat. Kenapa Pemerintah menolak melakukan audit teknis pembangkit-pembangkit yang dioperasikan oleh PT PLN (Persero)?
Sebagaimana berita yang ditulis oleh TEMPO Interaktif Jum'at, 22 Agustus 2008 “Pemerintah Tolak Audit Pembangkit PLN” TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah menolak melakukan audit teknis pembangkit-pembangkit yang dioperasikan oleh PT PLN (Persero). Pengawasan yang dilakukan pemerintah hanya berdasarkan laporan dari manajemen perusahaan listrik milik pemerintah.
"Dari pemerintah tidak perlu (melakukan audit pembangkit), karena audit kemampuan tiap pembangkit sifatnya lebih ke operasional dan ini (audit) telah dilakukan PLN," ujar Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfataan Energi Jack Purwono kepada Tempo, Kamis (21/8).
Berdasarkan Pasal 18 Bab VIII Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan disebutkan, pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadap pekerjaan dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan. Sedangkan menurut Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1979, untuk keselamatan dan kepentingan umum, menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) dalam melakukan tindakan-tindakan pengamanan terhadap pengusahaan ketenagalistrikan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Purwono mengatakan, mekanisme pengawasan kondisi pembangkit PLN bisa dilakukan berdasarkan hasil laporan PLN yang diserahkan ke pemerintah. "Dari kilowatt jualnya yang dilaporkan setiap bulan kepada saya,” katanya. Dia menambahkan, laporan tersebut memuat kemampuan pembangkit, efisiensi bahan bakar, kilowatt pemakaian sendiri pada pembangkit dan tingkat losses jaringan.
Sebelumnya, ahli kelistrikan dari Pusat Studi Teknologi dan Informasi Kelistrikan Universitas Indonesia Soetjipto Soewono meminta, manajemen PLN transparan dan membuka ke publik tentang krisis listrik yang terjadi selama ini. Menurut dia, berdasarkan neraca daya 2008, daya terpasang pada sistem kelistrikan Jawa-Bali sekitar 20.300 megawatt. Sedangkan beban puncak penggunaan listrik sebesar sekitar 16.500 megawatt. Selisih dari daya terpasang dan beban puncak masih ada cadangan sekitar 3.800 megawatt atau sebesar 23 persen.
Soetijpto mensinyalir banyak pembangkit listrik yang rusak parah dan tidak beroperasi. Untuk mengatasinya, kata dia, pemerintah harus melakukan audit menyeluruh pembangkit-pembangkit yang dioperasikan PLN. "Jangan diam melihat krisis listrik yang terjadi," katanya.
Di tempat terpisah, kalangan pengusaha pusat belanja akan menghentikan kegiatannya selama setengah hari jika PLN masih memaksa untuk menggunakan genset. "Sesekali kami haus memberi meraka (PLN) kejutan," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia Stefanus Ridwan kepada Tempo.
Menurut Stefanus, seharusnya manajemen PLN berlaku bijak dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Dia mengkritik ucapan Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar yang mengatakan, bila pelaku bisnis menolak penggunaan genset, maka mereka perioritas pertama PLN untuk dipadamkan (Koran Tempo, 18/8). "Itu salah, sama saja PLN menganggap kami sasaran utama untuk dipadamkan," ujarnya. Hari beberapa asosiasi akan membicarakan langkah hukum terkait rencana PLN tersebut. ALI NY | AGUNG SEDAYU | CORNILA DESYANA
Comments