Oleh:IksanHb
Keraguan dan keengganan untuk menggunakan Pancasila sebagai ideologi negara masih ada dalam kelompok masyarakat Indonesia. Terlepas dari kenyataan yang berkembang bahwa ada gerakan yang anti Pancasila sebagai asas tunggal, akan tetapi mayoritas rakyat Indonesia masih memandang ideologi Pancasila sebagai falsafah dan ideologi terbuka tetap menjadi petunjuk –arah bangsa.
Kekerasan yang terjadi dimasa transisi demokrasi dimana di tengah-tengah gerak reformasi dan demokratisasi yang berlangsung di negeri kita, kita masih diselimuti dengan peristiwa kekerasan antar ummat beragama dan antar kelompok masyarakat. Apa yang sebenarnya terjadi dengan peristiwa kekerasan ini? Apa karena pemimpinnya yang lemah atau rakyatnya yang lemah? Kalau pemimpinnya yang lemah maka negara akan lemah. Jika rakyatnya yang lemah maka yang akan terjadi rezimentasi kekuasaan otoriter dan represif.
Untuk membangun negara yang kuat , pemerintah harus berpegang teguh terhadap konstitusi dan menjalankan pemerintahannya sesuai dengan amanat rakyat. Dengan demikian persoalan yang menjadi penghalang dalam proses demokratisasi dan reformasi akan lebih mudah diselesaikan. Kenapa pemerintah terkesan ragu dan panic didalam menjalankan dan menegakkan konstitusi bila berhadapan dengan kelompok yang anti Pancasila dan UUD 1945? Apakah Presiden takut kehilangan dukungannya karena pemerintahannya dikelilingi oleh berbagai macam ideology? Keraguan rakyat terhadap figure presiden SBY yang kurang berani mengambil resiko dalam menegakkan konstitusi, akan menjadi kenyataan bila Presiden SBY menunjukkan pemerintahannya tidak memegang teguh konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi.
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, Wawasan Kebangsaan, Stabilitas, Pembangunan, Kemajemukan dan lain-lain adalah sebagai petunjuk -arah bangsa akan agenda reformasi dan demokratisasi dalam bingkai negara yang berdaulat dan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kita tidak perlu hawatir dengan upaya –upaya kelompok lain atau gerakan politik internasional yang menghampiri kita , kita juga tidak perlu cemas dengan berkembangnya pemikiran ideologi nasionalisme dan globalisasi, rekonstruksi negara dan agama, liberalisme, kapitalisme, sosialisme, dan komunisme, kita tidak perlu panic dengan tekanan anti pancasila, karena konstitusi negara sudah cukup untuk memebrikan perlindungan dan jaminan kepada setiap warga negara akan hak-haknya.
Bangsa Indonesia yang beragam dan berbineka tunggal ika, sepatutnya tidak lagi menjadi iklan atau setempel belaka akan tetapi harus menjadi peraktek dalam kehidupan sehari-hari. Pemerataan dan membuka peluang kesempatan yang sama bagi anak bangsa menjadi sebuah keharusan.
Khusus untuk persoalan kekerasan atas nama agama dan keyakinan, ada poin-poin penting untuk diketahui ,diperhatikan dan di jiwai oleh seluruh anak bangsa khususnya bagi pemimpin-pemimpin kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari maupun konstitusi. Poin-poin penting yang harus kita ketahui tersebut sebagaimana yang tertuang dalam pernyataan Komnas HAM tentang SKB Ahmadiyah:
1. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan adanya jaminan bagi setiap orang bebas untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. UUD 1945 juga menegaskan, bahwa hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat sesuai dengan keyakinannya adalah merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun (non derogable rights).
2. Bahwa negara, terutama pemerintah mempunyai kewajiban sebagaimana dimandatkan di dalam konstitusi untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Dalam kaitannya dengan kewajiban untuk memberikan perlindungan, Negara diharuskan memberikan kemudahan dan perlindungan bagi setiap warga negara menjalankan agama dan keyakinannya. Bukan sebaliknya, membatasi hak-hak warga negara menjalankan ajaran agamanya.
3. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pembatasan hak dan kebebasan hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang. Berdasarkan hal tersebut, maka pembatasan dan pelarangan bagi Jemaat Ahmadiyah melalui Keputusan Bersama ini tidak sejalan dengan amanah Pasal 73 tersebut.
4. Berdasarkan pada kewajiban konstitusional Negara tersebut dan kewajiban internasionalnya, kami berpandangan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri dapat mengurangi secara serius ketaatan Negara ini terhadap kewajiban dasarnya, yaitu menjaga konstitusi dan kewajiban intemasional hak asasi manusia.
Demikian pernyataan ini disampaikan dalam rangka menciptakan kondisi yang kondusif bagi pamajuan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia serta menciptakan suasana yang harmonis dalam menjalankan kebebasan beragama. (Submitted by admin on Mon, 06/09/2008 - 17:00.)
Keraguan dan keengganan untuk menggunakan Pancasila sebagai ideologi negara masih ada dalam kelompok masyarakat Indonesia. Terlepas dari kenyataan yang berkembang bahwa ada gerakan yang anti Pancasila sebagai asas tunggal, akan tetapi mayoritas rakyat Indonesia masih memandang ideologi Pancasila sebagai falsafah dan ideologi terbuka tetap menjadi petunjuk –arah bangsa.
Kekerasan yang terjadi dimasa transisi demokrasi dimana di tengah-tengah gerak reformasi dan demokratisasi yang berlangsung di negeri kita, kita masih diselimuti dengan peristiwa kekerasan antar ummat beragama dan antar kelompok masyarakat. Apa yang sebenarnya terjadi dengan peristiwa kekerasan ini? Apa karena pemimpinnya yang lemah atau rakyatnya yang lemah? Kalau pemimpinnya yang lemah maka negara akan lemah. Jika rakyatnya yang lemah maka yang akan terjadi rezimentasi kekuasaan otoriter dan represif.
Untuk membangun negara yang kuat , pemerintah harus berpegang teguh terhadap konstitusi dan menjalankan pemerintahannya sesuai dengan amanat rakyat. Dengan demikian persoalan yang menjadi penghalang dalam proses demokratisasi dan reformasi akan lebih mudah diselesaikan. Kenapa pemerintah terkesan ragu dan panic didalam menjalankan dan menegakkan konstitusi bila berhadapan dengan kelompok yang anti Pancasila dan UUD 1945? Apakah Presiden takut kehilangan dukungannya karena pemerintahannya dikelilingi oleh berbagai macam ideology? Keraguan rakyat terhadap figure presiden SBY yang kurang berani mengambil resiko dalam menegakkan konstitusi, akan menjadi kenyataan bila Presiden SBY menunjukkan pemerintahannya tidak memegang teguh konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi.
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, Wawasan Kebangsaan, Stabilitas, Pembangunan, Kemajemukan dan lain-lain adalah sebagai petunjuk -arah bangsa akan agenda reformasi dan demokratisasi dalam bingkai negara yang berdaulat dan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kita tidak perlu hawatir dengan upaya –upaya kelompok lain atau gerakan politik internasional yang menghampiri kita , kita juga tidak perlu cemas dengan berkembangnya pemikiran ideologi nasionalisme dan globalisasi, rekonstruksi negara dan agama, liberalisme, kapitalisme, sosialisme, dan komunisme, kita tidak perlu panic dengan tekanan anti pancasila, karena konstitusi negara sudah cukup untuk memebrikan perlindungan dan jaminan kepada setiap warga negara akan hak-haknya.
Bangsa Indonesia yang beragam dan berbineka tunggal ika, sepatutnya tidak lagi menjadi iklan atau setempel belaka akan tetapi harus menjadi peraktek dalam kehidupan sehari-hari. Pemerataan dan membuka peluang kesempatan yang sama bagi anak bangsa menjadi sebuah keharusan.
Khusus untuk persoalan kekerasan atas nama agama dan keyakinan, ada poin-poin penting untuk diketahui ,diperhatikan dan di jiwai oleh seluruh anak bangsa khususnya bagi pemimpin-pemimpin kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari maupun konstitusi. Poin-poin penting yang harus kita ketahui tersebut sebagaimana yang tertuang dalam pernyataan Komnas HAM tentang SKB Ahmadiyah:
1. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan adanya jaminan bagi setiap orang bebas untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. UUD 1945 juga menegaskan, bahwa hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat sesuai dengan keyakinannya adalah merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun dan oleh siapa pun (non derogable rights).
2. Bahwa negara, terutama pemerintah mempunyai kewajiban sebagaimana dimandatkan di dalam konstitusi untuk memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Dalam kaitannya dengan kewajiban untuk memberikan perlindungan, Negara diharuskan memberikan kemudahan dan perlindungan bagi setiap warga negara menjalankan agama dan keyakinannya. Bukan sebaliknya, membatasi hak-hak warga negara menjalankan ajaran agamanya.
3. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pembatasan hak dan kebebasan hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang. Berdasarkan hal tersebut, maka pembatasan dan pelarangan bagi Jemaat Ahmadiyah melalui Keputusan Bersama ini tidak sejalan dengan amanah Pasal 73 tersebut.
4. Berdasarkan pada kewajiban konstitusional Negara tersebut dan kewajiban internasionalnya, kami berpandangan Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri dapat mengurangi secara serius ketaatan Negara ini terhadap kewajiban dasarnya, yaitu menjaga konstitusi dan kewajiban intemasional hak asasi manusia.
Demikian pernyataan ini disampaikan dalam rangka menciptakan kondisi yang kondusif bagi pamajuan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia serta menciptakan suasana yang harmonis dalam menjalankan kebebasan beragama. (Submitted by admin on Mon, 06/09/2008 - 17:00.)
Comments