Oleh : Fadillah Putra
Nama besar CIA (Central Intellegnce Agency) dalam kancah politik dunia tentu sudah tidak diragukan lagi. Perubahan politik yang terjadi di berbagai negara, terutama yang terkait dengan pergantian kepemimpinan yang anti-Amerika Serikat, selalu dikitkan dengan operasi lembaga ini. Indonesia merupakan salah satu sukses besar atas operasi lembaga intelejen US ini, paling tidak ditandai dengan seringnya disebut-sebut operasi penggulingan Salvador Allende tahun 1973 oleh CIA dinamakan “Operasi Jakarta”. Tapi beberapa minggu lalu, Raelynn Hillhouse menulis sebuah artikel yang cukup menggemparkan di US tentang telah hilangnya kontrol pemerintah Amerika Serikat terhadap CIA. Pemegang kontrol atas kebijakan-kebijakan CIA saat ini adalah sebuah perusahaan keamanan besar (private military company) yang sudah tidak asing lagi, yakni Blackwater Worldwide Corp, yang sebelum Oktober 2007 bernama Blackwater USA.
Dominasi Blackwater
Raelynn Hillhouse saat ini lebih dikenal sebagai dosen ilmu politik (di University of Michigan dan University of Hawaii, Amerika Serikat) dan novelis. Tapi tidak banyak yang orang yang tahu bahwa dia juga pernah terlibat langsung dalam pasar gelap, penyelundupan dan menjadi anggota polisi rahasia Jerman Timur dan lembaga intelejen Libya (Alder, 2004). Beberapa kalangan menyebut dia juga pernah menjadi agen CIA tapi berualang kali dia membantahnya. Latar belakangnya yang seperti inilah yang membuat pernyataan dia atas konsiprasi bisnis dibalik CIA banyak menyedot perhatian khalayak Amerika pada khususnya, karena dianggap cukup kredibel.
Di sebuah seminar yang diselenggarakan the Robert Strauss Center University of Texas at Austin, US, November lalu, dia mengatakan bahwa 70% dari total pekerjaan yang ada di CIA saat ini ada dipegang oleh Blackwater Worldwide dengan total angka +/- 30 miliar USD atau 250 triliun rupiah. Lebih mengejutkan lagi fakta lainnya menunjukkan bahwa lebih dari separuh nilai kontrak tersebut adalah tanpa lelang alias penunjukan langsung (Sizemore dan Kimberline, 2006). Angka-angka yang ditunjukkan di atas menunjukkan betapa kuatnya posisi perusahaan ini di dalam proses kerja internal keseharian CIA.
Tidak berhenti sampai di situ saja, cengkraman Blackwater dalam organisasi CIA juga telah merambah pada aspek personalia. Personil-personil dalam tubuh CIA yang kesehariannya berkerja di kantor pusat CIA tidak semuanya pegawai pemerintah, sebagian besar malah pegawai outsourcing dari Blackwater yang diptempatkan di sana. Hingga saat ini CIA saat ini dikenal ada dua kelompok petugas, yakni Blue Badgers, yakni sebutan untuk pegawai pemerintah di CIA dan Green Badgers, sebutan untuk pegawai kontrak dari Blackwater. Dikatakan oleh Hillhouse, tidak hanya dari segi kuantitas, bahkan dari segi kualitas para green badgers berada jauh diatas blue badgers. Sebagian besar pejabat level menengah ke atas adalah para pegawai kontrak. Contoh yang paling menyolok adalah Cofer Black, mantan direktur anti-teroris CIA, yang juga merupakan wakil direktur dari Blackwater.
Dominasi Blackwater dalam tubuh CIA yang begitu besar juga diakui oleh Ronald Sanders, direktur intelejen nasional US (DNI), sebagaimana dikutip Hillhouse dalam ceramahnya, yang megatakan bahwa memang keamanan nasional US bisa terancam dengan kondisi dominasi perusahaan-perusahaan tersebut di dalam lmbaga keamana dan intelejen. Tetapi keberadaan mereka sangat penting, dan kita, menurut Sanders, sangat membutuhkan keberadaan mereka (perusahaan seperti Blackwater) untuk tetap dapat menjalankan tugas-tugas operasional keseharian. Pernyataan dari Sanders ini seara implisit mengandung pengakuan bahwa keberadaan bisnis tersbut dalam tubuh CIA memang benar-benar ada, serta dominasinya sebagai kenyataan yang tak terelakkan. Beberapa pejabat departemen pertahanan US juga harus rela terdepak dari posisinya akibat menentang keterlibatan perusahaan ini dalam organisasi pertahanan US, seperti CIA. Barrack Obama, yang dalam salah satu kampanyenya menunjukkan sikap kritisnya atas keberadaan perusahaan ini juga merupakan satu indikasi bahwa memang Blackwater telah mengurita dalam sistem pertahanan US.
Bisnis nyawa: Bisnisya para ex-tentara
Umumnya kita mengenal Blackwater hanya dari keterlibatan mereka dalam perang Irak. Berbagai kejadian kekerasan pasca perang Irak selalu dikaitkan dengan perilaku tentara bayaran (merchenaries) dari Blackwater ini, bahkan tak jarang ditemukan perbedaan pendapat antara tentara US dengn pasukan Blackwater di lapangan. Kondisi ini pulalah yang ikut mencuatkan nama Blackwater, yang tentunya dalam konotasi negatif. Bagian tersebut telah banyak dilansir oleh media massa, baik dalam maupun luar negeri. Dalam tulisan ini keterlibatan Blackwater akan terlihat tidak hanya dalam pertempuran di lapangan tapi juga dilevel strategis dan intelejensi. Mengapa bisa demikian?
Kekayaan Blackwater adalah salah satu kunci jawabannya. Dengan memiliki 28 km2 lahan di South Carolina, 30 ha di Illinois dan 824 ha di California, Blackwater merupakan perusahaan yang memiliki pusat pelatihan kemiliterean terbesar di dunia. Tidak hanya luasnya lahan, mereka juga memiliki peralatan perang serba canggih, mulai dari senapan hingga pesawat tempur.
Dikatakan juga oleh Hillhouse bahwa strategi utama dari Blackwater dalam menguasai CIA adalah dengan merekrut para senior dan pensiunan pegawai CIA yang sudah tidak diperhatikan nasibnya oleh pemerintah. Mereka merekrut tenaga-tenaga veteran ini untuk dimanfaatkan ilmu dan pengetahuannya tentang intelejen. Hasilnya, saat ini modul pelatihan intelejensi yang dimiliki oleh CIA juga mrupakan produk dari Litbang dari Blackwater. Para agen atau pegawai di CIA untuk mendapatkan promosi harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu, dan Blackwater adalah lembaga yang menangani pelatihan tersebut. Tak heran bila pada akhirnya tidak hanya penguasaan secara fisik saja, melainkan perusahaan ini juga telah menguasai ruh dari CIA itu sendiri.
Kombinasi antara kekuatan fisik dan kekuatan konsep yang dimiliki Blackwater dapat terjadi karena perusahaan ini memang dikendalikan oleh para mantan tentara. Erik Prince, pendiri Blackwater adalah bekas perwira bersinar di Navy SEAL yang harus berhenti ditengah jalan karena kematian ayahnya. Joseph Schmitz, direktur eksekutif perusahaan ini adalah bekas inspektur jendral dari Departemen Pertahanan US. Sedangkan dua orang wakil direktur, Cofer Black dan Robert Richer, adalah bekas petinggi di CIA. Kekuatan uang warisan dari ayahanda Erik Prince dipadu dengan akses ke jantung birokrasi Gedung Putih dari Schmitz dan kekuatan konsep dan akses ke pusat lembaga intelejen dari Black dan Richer, sungguh merupakan kombinasi yang amat tepat untuk menjalankan sebuah bisnis keamanan swasta.
Sebagaimana layaknya perusahaan, Blackwater tentulah merupakan lembaga pencari laba (profit oriented). Tentara bayaran yang terlatih dan peralatan tempur yang sangat canggih menjadikan perusahaan seperti ini mendapat julukan “bisnis nyawa” di beberapa media massa di US.
Tamparan buat Al Gore
Outsourcing, merupakan penyebab utama dari mengguritanya kekuatan swasta didalam tubuh CIA saat ini. Ketika salah satu peserta seminar bertanya kenapa tidak kita usir saja mereka dari CIA? Hillhouse menjawab, “lalu siapa yang akan menjalankan CIA?” Pemerintah tidak hany kehilangan kontrol, tapi juga sudah kehilangan kapasitasnya dalam menjalankan organisasi. Karena konsep organisasi ini semua berada dibawah kekuasaan Blackwater. Pemerintah tidak memiliki kapasitas untuk melakukan operasi, pelatihan, bahkan sampai pengadaan fasilitas fisik. Karena selama ini telah dimanjakan oleh sebuah insiden yang dinamakan Outsourcing.
Diawali ketika Donald Rumsfeld mengatakan bahwa musuh terbesar dari CIA dalah CIA itu sendiri. Artinya, organisasi yang tidak ramping dan terlalu besar cakupan kerjanya bisa mmbuat CIA menjadi rapuh dan mandul. Oleh karenanya outsourcing adalah jalan untuk merampingkan organisasi dan meningkakan kinerja. Pikiran tersebut adalah murni merupakan adopsi dari Al Gore tentang “Reinventing Government”, yang kenyataannya hasilnya saat ini telah membuat institusi legendaris semacam CIA telah menjadi keropos.
Orang saat ini hanya mngenal Al Gore atas ide terbarunya tentang “Global Warming”, tetapi banyak yang telah lupa bahwa ide lama beliau yakni “mewirausahakan birokrasi” telah merubah semua bentuk kepentingan menjadi satu kepentingan saja yakni bisnis, profit making. Bila kita telah melihat bagaimana dampak penguatan ide pewirausahaan di dalam CIA semacam itu, apakah Indonesia juga akan terperosok ke dalam jurang yang sama?
Dominasi Blackwater
Raelynn Hillhouse saat ini lebih dikenal sebagai dosen ilmu politik (di University of Michigan dan University of Hawaii, Amerika Serikat) dan novelis. Tapi tidak banyak yang orang yang tahu bahwa dia juga pernah terlibat langsung dalam pasar gelap, penyelundupan dan menjadi anggota polisi rahasia Jerman Timur dan lembaga intelejen Libya (Alder, 2004). Beberapa kalangan menyebut dia juga pernah menjadi agen CIA tapi berualang kali dia membantahnya. Latar belakangnya yang seperti inilah yang membuat pernyataan dia atas konsiprasi bisnis dibalik CIA banyak menyedot perhatian khalayak Amerika pada khususnya, karena dianggap cukup kredibel.
Di sebuah seminar yang diselenggarakan the Robert Strauss Center University of Texas at Austin, US, November lalu, dia mengatakan bahwa 70% dari total pekerjaan yang ada di CIA saat ini ada dipegang oleh Blackwater Worldwide dengan total angka +/- 30 miliar USD atau 250 triliun rupiah. Lebih mengejutkan lagi fakta lainnya menunjukkan bahwa lebih dari separuh nilai kontrak tersebut adalah tanpa lelang alias penunjukan langsung (Sizemore dan Kimberline, 2006). Angka-angka yang ditunjukkan di atas menunjukkan betapa kuatnya posisi perusahaan ini di dalam proses kerja internal keseharian CIA.
Tidak berhenti sampai di situ saja, cengkraman Blackwater dalam organisasi CIA juga telah merambah pada aspek personalia. Personil-personil dalam tubuh CIA yang kesehariannya berkerja di kantor pusat CIA tidak semuanya pegawai pemerintah, sebagian besar malah pegawai outsourcing dari Blackwater yang diptempatkan di sana. Hingga saat ini CIA saat ini dikenal ada dua kelompok petugas, yakni Blue Badgers, yakni sebutan untuk pegawai pemerintah di CIA dan Green Badgers, sebutan untuk pegawai kontrak dari Blackwater. Dikatakan oleh Hillhouse, tidak hanya dari segi kuantitas, bahkan dari segi kualitas para green badgers berada jauh diatas blue badgers. Sebagian besar pejabat level menengah ke atas adalah para pegawai kontrak. Contoh yang paling menyolok adalah Cofer Black, mantan direktur anti-teroris CIA, yang juga merupakan wakil direktur dari Blackwater.
Dominasi Blackwater dalam tubuh CIA yang begitu besar juga diakui oleh Ronald Sanders, direktur intelejen nasional US (DNI), sebagaimana dikutip Hillhouse dalam ceramahnya, yang megatakan bahwa memang keamanan nasional US bisa terancam dengan kondisi dominasi perusahaan-perusahaan tersebut di dalam lmbaga keamana dan intelejen. Tetapi keberadaan mereka sangat penting, dan kita, menurut Sanders, sangat membutuhkan keberadaan mereka (perusahaan seperti Blackwater) untuk tetap dapat menjalankan tugas-tugas operasional keseharian. Pernyataan dari Sanders ini seara implisit mengandung pengakuan bahwa keberadaan bisnis tersbut dalam tubuh CIA memang benar-benar ada, serta dominasinya sebagai kenyataan yang tak terelakkan. Beberapa pejabat departemen pertahanan US juga harus rela terdepak dari posisinya akibat menentang keterlibatan perusahaan ini dalam organisasi pertahanan US, seperti CIA. Barrack Obama, yang dalam salah satu kampanyenya menunjukkan sikap kritisnya atas keberadaan perusahaan ini juga merupakan satu indikasi bahwa memang Blackwater telah mengurita dalam sistem pertahanan US.
Bisnis nyawa: Bisnisya para ex-tentara
Umumnya kita mengenal Blackwater hanya dari keterlibatan mereka dalam perang Irak. Berbagai kejadian kekerasan pasca perang Irak selalu dikaitkan dengan perilaku tentara bayaran (merchenaries) dari Blackwater ini, bahkan tak jarang ditemukan perbedaan pendapat antara tentara US dengn pasukan Blackwater di lapangan. Kondisi ini pulalah yang ikut mencuatkan nama Blackwater, yang tentunya dalam konotasi negatif. Bagian tersebut telah banyak dilansir oleh media massa, baik dalam maupun luar negeri. Dalam tulisan ini keterlibatan Blackwater akan terlihat tidak hanya dalam pertempuran di lapangan tapi juga dilevel strategis dan intelejensi. Mengapa bisa demikian?
Kekayaan Blackwater adalah salah satu kunci jawabannya. Dengan memiliki 28 km2 lahan di South Carolina, 30 ha di Illinois dan 824 ha di California, Blackwater merupakan perusahaan yang memiliki pusat pelatihan kemiliterean terbesar di dunia. Tidak hanya luasnya lahan, mereka juga memiliki peralatan perang serba canggih, mulai dari senapan hingga pesawat tempur.
Dikatakan juga oleh Hillhouse bahwa strategi utama dari Blackwater dalam menguasai CIA adalah dengan merekrut para senior dan pensiunan pegawai CIA yang sudah tidak diperhatikan nasibnya oleh pemerintah. Mereka merekrut tenaga-tenaga veteran ini untuk dimanfaatkan ilmu dan pengetahuannya tentang intelejen. Hasilnya, saat ini modul pelatihan intelejensi yang dimiliki oleh CIA juga mrupakan produk dari Litbang dari Blackwater. Para agen atau pegawai di CIA untuk mendapatkan promosi harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu, dan Blackwater adalah lembaga yang menangani pelatihan tersebut. Tak heran bila pada akhirnya tidak hanya penguasaan secara fisik saja, melainkan perusahaan ini juga telah menguasai ruh dari CIA itu sendiri.
Kombinasi antara kekuatan fisik dan kekuatan konsep yang dimiliki Blackwater dapat terjadi karena perusahaan ini memang dikendalikan oleh para mantan tentara. Erik Prince, pendiri Blackwater adalah bekas perwira bersinar di Navy SEAL yang harus berhenti ditengah jalan karena kematian ayahnya. Joseph Schmitz, direktur eksekutif perusahaan ini adalah bekas inspektur jendral dari Departemen Pertahanan US. Sedangkan dua orang wakil direktur, Cofer Black dan Robert Richer, adalah bekas petinggi di CIA. Kekuatan uang warisan dari ayahanda Erik Prince dipadu dengan akses ke jantung birokrasi Gedung Putih dari Schmitz dan kekuatan konsep dan akses ke pusat lembaga intelejen dari Black dan Richer, sungguh merupakan kombinasi yang amat tepat untuk menjalankan sebuah bisnis keamanan swasta.
Sebagaimana layaknya perusahaan, Blackwater tentulah merupakan lembaga pencari laba (profit oriented). Tentara bayaran yang terlatih dan peralatan tempur yang sangat canggih menjadikan perusahaan seperti ini mendapat julukan “bisnis nyawa” di beberapa media massa di US.
Tamparan buat Al Gore
Outsourcing, merupakan penyebab utama dari mengguritanya kekuatan swasta didalam tubuh CIA saat ini. Ketika salah satu peserta seminar bertanya kenapa tidak kita usir saja mereka dari CIA? Hillhouse menjawab, “lalu siapa yang akan menjalankan CIA?” Pemerintah tidak hany kehilangan kontrol, tapi juga sudah kehilangan kapasitasnya dalam menjalankan organisasi. Karena konsep organisasi ini semua berada dibawah kekuasaan Blackwater. Pemerintah tidak memiliki kapasitas untuk melakukan operasi, pelatihan, bahkan sampai pengadaan fasilitas fisik. Karena selama ini telah dimanjakan oleh sebuah insiden yang dinamakan Outsourcing.
Diawali ketika Donald Rumsfeld mengatakan bahwa musuh terbesar dari CIA dalah CIA itu sendiri. Artinya, organisasi yang tidak ramping dan terlalu besar cakupan kerjanya bisa mmbuat CIA menjadi rapuh dan mandul. Oleh karenanya outsourcing adalah jalan untuk merampingkan organisasi dan meningkakan kinerja. Pikiran tersebut adalah murni merupakan adopsi dari Al Gore tentang “Reinventing Government”, yang kenyataannya hasilnya saat ini telah membuat institusi legendaris semacam CIA telah menjadi keropos.
Orang saat ini hanya mngenal Al Gore atas ide terbarunya tentang “Global Warming”, tetapi banyak yang telah lupa bahwa ide lama beliau yakni “mewirausahakan birokrasi” telah merubah semua bentuk kepentingan menjadi satu kepentingan saja yakni bisnis, profit making. Bila kita telah melihat bagaimana dampak penguatan ide pewirausahaan di dalam CIA semacam itu, apakah Indonesia juga akan terperosok ke dalam jurang yang sama?
Dick Adler (August 22, 2004). "Smugglers, Spies, Killers and More." Chicago Tribune
Hamptonroads Blackwater: On the Front Lines by Bill Sizemore and Joanne Kimberline, The Virginian-Pilot, July 25, 2006
R. J. Hillhouse. "Exclusive Interview: Blackwater USA's President Gary Jackson", The Spy Who Billed Me, April 26, 2007. Retrieved on 2007-09-28.
Hamptonroads Blackwater: On the Front Lines by Bill Sizemore and Joanne Kimberline, The Virginian-Pilot, July 25, 2006
R. J. Hillhouse. "Exclusive Interview: Blackwater USA's President Gary Jackson", The Spy Who Billed Me, April 26, 2007. Retrieved on 2007-09-28.
Penulis adalah Student of LBJ School of Public AffairsUniverisity of Texas at Austin
Comments