Kepemimpinan merupakan salah satu fungsi manajemen yang sangat penting dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Terdapat banyak definisi tentang kepemimpinan yang sulit untuk disintesa menjadi satu dan bersifat menyeluruh. Salah satu bentuk kepemimpinan disebut sebagai kepemimpinan transformasional, yang sering dikontranskan dengan tipe kepemimpinan transaksional. Koseptor seperti Bass dan Avolio berpendapat bahwa konsep model kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional mirip dengan konsep model pemimpin dan manajer. Dalam pengertian tersebut, seorang pemimpin transformasional selalu muncul dalam situasi krisis, masa perubahan, dan selalu berkembang; sementara pemimpin transaksional bekerja dalam situasi yang lebih bersifat birokrasi mekanistis, yang cenderung menyukai kondisi status quo. Pemimpin transformasional bekerja untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, yang memiliki startegi-strategi khusus dalam melaksanakan fungsi dan memotivasi bawahan. Seorang pemimpin transformasional, adalah seorang pemimpin yang mampu mengantarkan anak buahnya kedalam suatu kesadaran yang lebih tinggi dan dinamis. Seorang atasan yang mempratekkan kepemimpinan transformasional dipandang sebagai seorang “pemimpin” daripada seorang “manajer” atau Gardner menyebutnya sebagai “manajer pemimpin” sebagai lawan dari “manajer rutin”. Wacana tersebut menggambarkan profil seseorang yang memainkan karakter transformasional. Kelebihan-kelebihan kepemimpinan transformasional dan kaitannya dengan paradigma-paradigma kekinian dikemukakan berbagai kalangan. Para pengembang teori kepemimpinan mengidentifikasi pendekatan transformasional sebagai pendekatan kepemimpinan abad ke 21. Dalam konteks tersebut kepemimpinan transformasional digambarkan sebagai bentuk kepemimpinan yang mampu meningkatkan komitmen staf; mengkomunikasikan suatu visi dan implementasinya; memberikan kepuasan dalam bekerja; dan mengembangkan fokus yang berorientasi pada klien. Seorang pemimpin transformasional akan memperhatikan faktor-faktor individual sebagaimana yang tidak boleh disamaratakan, karena adanya perbedaan, kepentingan, dan pengembangan diri yang berbeda satu sama lain. Pemimpin dengan karakter transformasional akan melakukan stimulasi intektual, dimana dalam kepemimpinannya pemimpin tersebut akan melakukan stimulasi-stimulasi intelektual. Elemen kepemimpinan ini dapat dilihat antara lain dalam kemampuan seorang pemimpin dalam meciptakan, menginterpretasikan, dan mengelaborasi simbol-simbol yang muncul dalam kehidupan, mengajak bawahan untuk berfikir dengan cara-cara baru. Pendeknya bawahan dibawa pada situasi untuk selalu bertanya pada diri sendiri dan membandingkannya dengan asumsi yang berkembang di masyarakat, yang untuk selanjutnya mengembangkan kemampuan pemecahan masalah secara bebas. Merujuk pada rumusan Buchori, seorang pemimpin transformasional membimbing para pengikut dengan melakukan tindakan yang diprakarsai pemimpin. Pemimpin bertindak sebagai teladan terhadap pola-pola perilaku baru yang belum populer dalam masyarakat; dirinya akan melakukan tindakan yang tidak akan dilaksanakan oleh pengikutnya tanpa keteladannya. Sehingga melalui kepeloporannya, perubahan-perubahan terjadi dalam lingkungan yang dipimpinnya (Sumber:MD).
D alam Tulisan ini mencoba untuk mengidentifikasi secara lebih jauh pemikiran John Dewey tentang pendidikan. Apa yang kita pahami, pemikiran pendidikan Dewey seiring dengan konsepsi filsafat eksperimentalisme yang dibangunnya melalui konsep dasar penmgalaman, pertumbuhan, eksperimen dan transaksi. Secara demikian Dewey juga melihat teori filsafatnya sebagai suatu teori umum tentang pendidikan dan melihat pendidikan sebagai laboran yang di dalamnya perbedaan-perbedaan filosofis menjadi konkrit dan harus diuji serta karena pendidikan dan filsafat saling membutuhkan. Terdapat dua kontribusi penting dari konsep pendidikan Dewey yakni, konsepsi baru tentang pendidikan sosial dan kesosialan pendidikan, serta memberikan bentuk dan substansi baru terhadap konsep pendidikan yang berfokust pada anak. ( Pendidikan, John Dewey, eksperimentalisme). Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan pada dirinya sendiri bagaikan pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memang memiliki daya dorong pada perubahan,
Comments