Akui Banyak Aparat Terlibat, Mabes Polri Copot Kapolres Ketapang
KETAPANG - Kayu ilegal bernilai ratusan miliar rupiah telah mengalir ke Malaysia. Penyelundupan kayu lewat Sungai Pawan, Kalimantan Barat, itu dibongkar dalam operasi Mabes Polri. Operasi tersebut ditangani langsung oleh pusat karena diduga sejumlah polisi dan petugas kehutanan di daerah terlibat.
Indikasi penyelundup bermain mata dengan aparat sangat kuat. Para tersangka yang ditangkap mengungkapkan, setiap perahu motor yang membawa kayu tak sah ke negeri jiran itu membayar upeti Rp 120 juta ke aparat. Tak sepeser pun uang itu yang masuk kas negara.
Setiap hari selalu ada kapal berlayar ke Malaysia membawa kayu selundupan. Rata-rata setiap kapal memuat sekitar 800 meter kubik. Bahkan menurut laporan liaison officer Polri di Malaysia setiap hari sekitar 30 kapal kayu ilegal dari Indonesia (dari berbagai daerah) yang masuk ke negeri tetangga itu.
Dapat dibayangkan besarnya kerugian negara bila harga satu meter kubik kayu bengkirai di pasar internasional mencapai Rp 18 juta. Sehari negara bisa rugi sekitar Rp 400 miliar, yang berarti satu bulan mencapai Rp. 12 triliun. Sementara penyelundupan ini sudah sejak pertengahan tahun lalu.
Direktur V/Tipiter Brigjen Hadiatmoko mengakui banyaknya polisi yang terlibat dalam penyelundupan itu. "Memang ada banyak aparat yang terlibat. Kita harus fair. Saya kira pejabat mendatang harus punya kontrak kerja," ujar jenderal bintang satu itu kepada Jawa Pos kemarin.
Hingga tadi malam sejumlah polisi masih diperiksa tim Irwasum yang datang dari Mabes Polri. Bagaimana posisi Kapolda? Sumber-sumber di Mabes Polri menyebutkan, paling tidak Kapolda Kalbar Brigjen Pol Zainal Abidin Ishak mengetahui adanya penyelundupan itu. Diduga sejumlah penyelundup kenal dekat dengan Kapolda.
Pemberantasan kayu ilegal dilakukan melalui operasi rahasia oleh Mabes Polri sejak 14 Maret lalu. Sejak operasi, Tim Mabes telah menangkap 19 kapal penyelundup. Lantas, pada 23 Maret 2008 Kapolres Ketapang AKBP Akhmad Sun’an langsung dicopot. Dia digantikan AKBP Gustav Leo. Karena itu, posisi sejumlah pejabat setempat menjadi terancam.
Karena kasus tersebut melibatkan sejumlah aparat, Irwasum (Inspektur Pengawasan Umum) Mabes Polri Komjen Pol Yusuf Manggabarani turun langsung ke lapangan. Petinggi polisi yang juga terjun ke Ketapang adalah Kepala Bareskrim Komjen Pol Bambang Hendarso Dahuri. Rencananya Kapolri Jenderal Pol Sutanto dan Menhut M.S. Kaban juga terjun ke TKP.
Indikasi keterlibatan aparat sangat kuat. Itu karena lokasi kejahatan mencolok di depan mata. Selain itu, para tersangka dengan jelas menyebut keterlibatan para anggota polisi.
Hal itu juga dibenarkan Bambang Hendarso. Dia berada di Ketapang, tempat posko operasi pembasmi illegal logging itu, sejak Senin lalu (1/4). "Tapi, untuk itu jadi konsumsi Pak Irwasum (Komjen Pol Yusuf Manggabarani, Red) dan Pak Kapolri. Jangan tanya saya," kilahnya. Dia mengakui adanya aparat yang terlibat, tapi tak mau menjelaskan secara rinci.
Jawa Pos yang kemarin menyusuri Sungai Pawan menyaksikan bahwa lokasi sawmill (penggergajian kayu) ilegal yang digerebek tim Direktorat V/Tipiter Bareskrim Polri memang berada di depan mata. Hanya dengan menumpang speedboat selama 20 menit dan terjauh 40 menit dari Ketapang, sudah sampai ke sawmill liar itu.
Lebar Sungai Pawan antara 20 hingga 30 meter. Sungai itu hanya bisa dilalui perahu-perahu kecil. Dari sawmill di hulu sungai, kayu diangkut perahu kecil menuju muara. Di mulut sungai itulah, kayu dipindahkan ke kapal-kapal yang kemudian diangkut ke Malaysia.
Di tempat sawmill liar, sinyal telepon seluler juga masih bisa ditangkap dengan jelas. Bila aparat bekerja dengan baik, seharusnya tanpa memeriksa sekalipun, mereka sudah curiga. Sebab, satu-satunya pemilik HPH (hak pengelolaan hutan) di Kalbar hanya Sinar Alas Kusuma "Sedih saya lihat yang begini. Ini seperti tahu sama tahu (aparat kongkalikong dengan penyelundup)," lanjut Bambang.
Operasi di Ketapang itu sebenarnya bukan yang pertama. Pada Mei 2007 lalu operasi juga digelar Bareskrim Polri. Saat itu sejumlah cukong kayu dan kaki tangannya ditangkap. "Saat itu kita warning jangan sampai yang begini terulang. Eh, ternyata sekarang makin gila saja," tambah Bambang.
Dalam operasi kali ini, Direktorat V/Bareskrim berhasil ’panen’ kayu ilegal. Tak kurang dari 12 ribu meter kubik kayu jenis bengkirai senilai sekitar Rp 208 miliar disita polisi bersama 19 kapal layar motor dan 3 kapal motor. Kayu-kayu itu telah dipotong menjadi papan dan balok.
Polisi menahan 17 orang -di antaranya Darwis, Antonius, dan Freddy- serta menetapkan tiga buron utama, yakni Au, As, serta Am. Inisial terakhir adalah calon wakil bupati Kayong Utara. Pada 2007 lalu, Kapolda Kalbar sempat menyerahkan As kepada penyidik Bareskrim. Namun, saat itu tuduhan kepada As belum terbukti.
Au dan As adalah orang yang diduga menerima order dari dua cukong Malaysia, Andrew Wong dan Beny Wong, sebagai penyedia dana. Kayu-kayu dari Ketapang memang dikirim ke Malaysia. Tepatnya ke Pelabuhan Sematan di Serawak. Di tempat itu terdapat perusahaan kayu yang diduga milik petinggi Serawak yang menampungnya. Tim Bareskrim telah menyisirnya sampai ke sana.
Polisi juga menyusur asal kayu. Mereka menemukan bahwa kayu ditebang dari hulu sungai di kawasan Sandai, sekitar empat jam dengan speedboat. Kayu-kayu itu digergaji di lokasi, diangkut dengan kapal klotok, dan ditimbun di sawmill di pinggir Sungai Pawan untuk memperoleh daftar kayu olahan dari oknum Dishut setempat. Praktik itu sudah berjalan tiga tahun. "Bayangkan, berapa kerugian negara," tambahnya. (naz/tof)
Saat Berangkat, Tak Tahu Tujuan Operasi
Keberhasilan pengungkapan kasus illegal logging di Ketapang tak lepas dari strategi Bareskrim (Badan Reserse dan Kriminal) Mabes Polri. Tim siluman diterjunkan tanpa melibatkan polisi setempat mulai tingkat polda hingga polres.
Mabes melakukan operasi sendiri karena diduga para cukong kayu sudah kongkalikong dengan polisi setempat. Seluruh anggota tim yang berjumlah 15 orang –termasuk dua polwan– diambil dari Direktorat V/Tipiter Bareskrim dibantu Gegana Brimob Kelapa Dua.
’’Bahkan, saat berangkat kemari pun (Ketapang, Kalbar) kami tak diberi tahu. Jadi, kami baru ngeh (tahu) begitu sampai di Pontianak,’’ cerita Kanit III/Lingkungan Hidup Direktorat V/Tipiter Bareskrim Kombespol Mardi Rukmianto.
Awalnya mereka mengira pesawat milik Direktorat Polisi Udara yang mengangkut anggota tim operasi terbang dari Lapangan Terbang Pondok Cabe itu hendak ke Kalimantan Tengah. Yang tahu tujuan mereka hanyalah Direktur V/Bareskrim Brigjen Pol Hadiatmoko.
Bukan hanya itu. Begitu datang, mereka juga tak boleh dibantu polisi setempat. Semuanya diusahakan sendiri dengan mencari mobil dan kapal sewaan.
Hasilnya pun manjur. Sore itu juga, sesaat setelah mendarat pada 14 Maret, mereka membekuk 17 kapal layar motor yang membawa ribuan kubik kayu ilegal.
Pasca penangkapan pun mereka masih tak mau berurusan dengan polisi setempat. Contohnya saat menggunakan berbagai fasilitas di lingkungan Mapolres Ketapang dalam paparan kasus tadi malam, tak satu pun pejabat di sana dilibatkan kecuali Kabag Ops Polres Ketapang Kompol Erwin. ”Jangan tanya saya, Mas,” ujar Erwin. Soal kayu ilegal menjadi soal sensitif di Ketapang hari-hari ini.
Saking jengahnya dengan kondisi di Ketapang, Hadiatmoko memastikan membawa kasus itu ke Jakarta. ”Ini menghindari kemungkinan permainan dan juga tekanan,” tambah mantan Kapolwil Pekalongan itu.
Memang tak hanya oknum polisi yang dipastikan bermain dalam pembalakan liar itu. ”Semua pihak yang berwenang ada di dalam situ,” tambahnya. (naz/tof)
Sumber: Jawapos (Kamis, 03 Apr 2008)
KETAPANG - Kayu ilegal bernilai ratusan miliar rupiah telah mengalir ke Malaysia. Penyelundupan kayu lewat Sungai Pawan, Kalimantan Barat, itu dibongkar dalam operasi Mabes Polri. Operasi tersebut ditangani langsung oleh pusat karena diduga sejumlah polisi dan petugas kehutanan di daerah terlibat.
Indikasi penyelundup bermain mata dengan aparat sangat kuat. Para tersangka yang ditangkap mengungkapkan, setiap perahu motor yang membawa kayu tak sah ke negeri jiran itu membayar upeti Rp 120 juta ke aparat. Tak sepeser pun uang itu yang masuk kas negara.
Setiap hari selalu ada kapal berlayar ke Malaysia membawa kayu selundupan. Rata-rata setiap kapal memuat sekitar 800 meter kubik. Bahkan menurut laporan liaison officer Polri di Malaysia setiap hari sekitar 30 kapal kayu ilegal dari Indonesia (dari berbagai daerah) yang masuk ke negeri tetangga itu.
Dapat dibayangkan besarnya kerugian negara bila harga satu meter kubik kayu bengkirai di pasar internasional mencapai Rp 18 juta. Sehari negara bisa rugi sekitar Rp 400 miliar, yang berarti satu bulan mencapai Rp. 12 triliun. Sementara penyelundupan ini sudah sejak pertengahan tahun lalu.
Direktur V/Tipiter Brigjen Hadiatmoko mengakui banyaknya polisi yang terlibat dalam penyelundupan itu. "Memang ada banyak aparat yang terlibat. Kita harus fair. Saya kira pejabat mendatang harus punya kontrak kerja," ujar jenderal bintang satu itu kepada Jawa Pos kemarin.
Hingga tadi malam sejumlah polisi masih diperiksa tim Irwasum yang datang dari Mabes Polri. Bagaimana posisi Kapolda? Sumber-sumber di Mabes Polri menyebutkan, paling tidak Kapolda Kalbar Brigjen Pol Zainal Abidin Ishak mengetahui adanya penyelundupan itu. Diduga sejumlah penyelundup kenal dekat dengan Kapolda.
Pemberantasan kayu ilegal dilakukan melalui operasi rahasia oleh Mabes Polri sejak 14 Maret lalu. Sejak operasi, Tim Mabes telah menangkap 19 kapal penyelundup. Lantas, pada 23 Maret 2008 Kapolres Ketapang AKBP Akhmad Sun’an langsung dicopot. Dia digantikan AKBP Gustav Leo. Karena itu, posisi sejumlah pejabat setempat menjadi terancam.
Karena kasus tersebut melibatkan sejumlah aparat, Irwasum (Inspektur Pengawasan Umum) Mabes Polri Komjen Pol Yusuf Manggabarani turun langsung ke lapangan. Petinggi polisi yang juga terjun ke Ketapang adalah Kepala Bareskrim Komjen Pol Bambang Hendarso Dahuri. Rencananya Kapolri Jenderal Pol Sutanto dan Menhut M.S. Kaban juga terjun ke TKP.
Indikasi keterlibatan aparat sangat kuat. Itu karena lokasi kejahatan mencolok di depan mata. Selain itu, para tersangka dengan jelas menyebut keterlibatan para anggota polisi.
Hal itu juga dibenarkan Bambang Hendarso. Dia berada di Ketapang, tempat posko operasi pembasmi illegal logging itu, sejak Senin lalu (1/4). "Tapi, untuk itu jadi konsumsi Pak Irwasum (Komjen Pol Yusuf Manggabarani, Red) dan Pak Kapolri. Jangan tanya saya," kilahnya. Dia mengakui adanya aparat yang terlibat, tapi tak mau menjelaskan secara rinci.
Jawa Pos yang kemarin menyusuri Sungai Pawan menyaksikan bahwa lokasi sawmill (penggergajian kayu) ilegal yang digerebek tim Direktorat V/Tipiter Bareskrim Polri memang berada di depan mata. Hanya dengan menumpang speedboat selama 20 menit dan terjauh 40 menit dari Ketapang, sudah sampai ke sawmill liar itu.
Lebar Sungai Pawan antara 20 hingga 30 meter. Sungai itu hanya bisa dilalui perahu-perahu kecil. Dari sawmill di hulu sungai, kayu diangkut perahu kecil menuju muara. Di mulut sungai itulah, kayu dipindahkan ke kapal-kapal yang kemudian diangkut ke Malaysia.
Di tempat sawmill liar, sinyal telepon seluler juga masih bisa ditangkap dengan jelas. Bila aparat bekerja dengan baik, seharusnya tanpa memeriksa sekalipun, mereka sudah curiga. Sebab, satu-satunya pemilik HPH (hak pengelolaan hutan) di Kalbar hanya Sinar Alas Kusuma "Sedih saya lihat yang begini. Ini seperti tahu sama tahu (aparat kongkalikong dengan penyelundup)," lanjut Bambang.
Operasi di Ketapang itu sebenarnya bukan yang pertama. Pada Mei 2007 lalu operasi juga digelar Bareskrim Polri. Saat itu sejumlah cukong kayu dan kaki tangannya ditangkap. "Saat itu kita warning jangan sampai yang begini terulang. Eh, ternyata sekarang makin gila saja," tambah Bambang.
Dalam operasi kali ini, Direktorat V/Bareskrim berhasil ’panen’ kayu ilegal. Tak kurang dari 12 ribu meter kubik kayu jenis bengkirai senilai sekitar Rp 208 miliar disita polisi bersama 19 kapal layar motor dan 3 kapal motor. Kayu-kayu itu telah dipotong menjadi papan dan balok.
Polisi menahan 17 orang -di antaranya Darwis, Antonius, dan Freddy- serta menetapkan tiga buron utama, yakni Au, As, serta Am. Inisial terakhir adalah calon wakil bupati Kayong Utara. Pada 2007 lalu, Kapolda Kalbar sempat menyerahkan As kepada penyidik Bareskrim. Namun, saat itu tuduhan kepada As belum terbukti.
Au dan As adalah orang yang diduga menerima order dari dua cukong Malaysia, Andrew Wong dan Beny Wong, sebagai penyedia dana. Kayu-kayu dari Ketapang memang dikirim ke Malaysia. Tepatnya ke Pelabuhan Sematan di Serawak. Di tempat itu terdapat perusahaan kayu yang diduga milik petinggi Serawak yang menampungnya. Tim Bareskrim telah menyisirnya sampai ke sana.
Polisi juga menyusur asal kayu. Mereka menemukan bahwa kayu ditebang dari hulu sungai di kawasan Sandai, sekitar empat jam dengan speedboat. Kayu-kayu itu digergaji di lokasi, diangkut dengan kapal klotok, dan ditimbun di sawmill di pinggir Sungai Pawan untuk memperoleh daftar kayu olahan dari oknum Dishut setempat. Praktik itu sudah berjalan tiga tahun. "Bayangkan, berapa kerugian negara," tambahnya. (naz/tof)
Saat Berangkat, Tak Tahu Tujuan Operasi
Keberhasilan pengungkapan kasus illegal logging di Ketapang tak lepas dari strategi Bareskrim (Badan Reserse dan Kriminal) Mabes Polri. Tim siluman diterjunkan tanpa melibatkan polisi setempat mulai tingkat polda hingga polres.
Mabes melakukan operasi sendiri karena diduga para cukong kayu sudah kongkalikong dengan polisi setempat. Seluruh anggota tim yang berjumlah 15 orang –termasuk dua polwan– diambil dari Direktorat V/Tipiter Bareskrim dibantu Gegana Brimob Kelapa Dua.
’’Bahkan, saat berangkat kemari pun (Ketapang, Kalbar) kami tak diberi tahu. Jadi, kami baru ngeh (tahu) begitu sampai di Pontianak,’’ cerita Kanit III/Lingkungan Hidup Direktorat V/Tipiter Bareskrim Kombespol Mardi Rukmianto.
Awalnya mereka mengira pesawat milik Direktorat Polisi Udara yang mengangkut anggota tim operasi terbang dari Lapangan Terbang Pondok Cabe itu hendak ke Kalimantan Tengah. Yang tahu tujuan mereka hanyalah Direktur V/Bareskrim Brigjen Pol Hadiatmoko.
Bukan hanya itu. Begitu datang, mereka juga tak boleh dibantu polisi setempat. Semuanya diusahakan sendiri dengan mencari mobil dan kapal sewaan.
Hasilnya pun manjur. Sore itu juga, sesaat setelah mendarat pada 14 Maret, mereka membekuk 17 kapal layar motor yang membawa ribuan kubik kayu ilegal.
Pasca penangkapan pun mereka masih tak mau berurusan dengan polisi setempat. Contohnya saat menggunakan berbagai fasilitas di lingkungan Mapolres Ketapang dalam paparan kasus tadi malam, tak satu pun pejabat di sana dilibatkan kecuali Kabag Ops Polres Ketapang Kompol Erwin. ”Jangan tanya saya, Mas,” ujar Erwin. Soal kayu ilegal menjadi soal sensitif di Ketapang hari-hari ini.
Saking jengahnya dengan kondisi di Ketapang, Hadiatmoko memastikan membawa kasus itu ke Jakarta. ”Ini menghindari kemungkinan permainan dan juga tekanan,” tambah mantan Kapolwil Pekalongan itu.
Memang tak hanya oknum polisi yang dipastikan bermain dalam pembalakan liar itu. ”Semua pihak yang berwenang ada di dalam situ,” tambahnya. (naz/tof)
Sumber: Jawapos (Kamis, 03 Apr 2008)
Comments